Kewajiban Melaporkan Harta Tambahan Bagi Peserta Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)

Pasal 6 ayat (4) UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan penjelasannya:
"Nilai harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai nominal untuk harta berupa kas atau nilai wajar untuk harta selain kas pada akhir Tahun Pajak Terakhir."

Nilai wajar harta tambahan dimaksud dicatat sebagai harga perolehan harta yang dilaporkan paling lambat pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak 2017;

Pasal 38 ayat (2):
Laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan secara berkala dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Laporan disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 3 (tiga) tahun sejak pengalihan       Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2);
b. Laporan disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah periode berakhir, yaitu:
    1. tanggal 20 Januari untuk periode laporan realisasi investasi Juli sampai dengan Desember; dan
    2. tanggal 20 Juli untuk periode laporan realisasi investasi Januari sampai dengan Juni;
    dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L               Peraturan Menteri ini."

Pasal 38 ayat (3):
Laporan penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara berkala dengan ketentuan sebagai berikut:
      a. Laporan disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
      b. Laporan disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah periode berakhir, yaitu:
        1. tanggal 20 Januari untuk periode laporan realisasi investasi Juli sampai dengan Desember; dan
        2. tanggal 20 Juli untuk periode laporan realisasi investasi Januari sampai dengan Juni,
        dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M Peraturan Menteri ini.

Sesuai Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3) PMK- 118/PMK.03/2016 Wajib Pajak masih mempunyai kewajiban menyampaikan Laporan Rutin Semesteran selama tiga tahun sejak pengalihan Harta atau sejak diterbitkan Surat keterangan.

berdasarkan ketentuan tersebut di atas, pelaporan SPT Tahunan PPh bagi Wajib Pajak yang memperoleh Surat Keterangan secara umum berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. tambahan harta dan utang yang membentuk nilai harta bersih yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan dan telah diterbitkan Surat Keterangan diperlakukan sebagai perolehan harta baru dan perolehan utang baru Wajib Pajak sesuai tanggal Surat Keterangan;

2. dalam hal Wajib Pajak wajib menyelenggarakan pembukuan:

    1)
nilai harta bersih dimaksud dicatat sebagai tambahan atas saldo laba ditahan dalam neraca; dan
    2)
aktiva beiwujud dan/atau aktiva tidak berwujud tidak dapat disusutkan dan/atau diamortisasikan untuk tujuan perpajakan;


KHUSUS WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
pelaporan harta dan utang dalam SPT Tahunan PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh Surat Keterangan adalah sebagai berikut: 
  a.
seluruh harta dan utang dalam SPH serta harta dan utang yang diperoleh pada tahun 2016, dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi;
  b.
harta pada lampiran A1 SPH dilaporkan pada tabel "Harta pada Akhir Tahun" sebagai berikut 
    1) tahun perolehan diisi dengan tahun perolehan yang sebenarnya;
    2) ketentuan harga perolehan adalah sebagai berikut:
      a)
harta berupa kas atau setara kas diisi dengan nilai nominal pada akhir Tahun Pajak;
      b)
harta selain kas diisi dengan harga perolehan harta pada saat harta dimaksud diperoleh;
  c.
utang pada lampiran A2 SPH dilaporkan pada tabel "Kewajiban/Utang pada Akhir Tahun" sebagai berikut: 
    1) tahun peminjaman diisi dengan tahun peminjaman yang sebenarnya;
    2)
jumlah diisi dengan sisa utang pada akhir Tahun Pajak yang bersangkutan yang masih harus dilunasi (termasuk utang bunga);
  d.
harta pada lampiran B1, C1, dan D1 SPH dilaporkan pada tabel "Harta pada Akhir Tahun" sebagai berikut:
    1)
terhadap harta pada lampiran C1 SPH yang dilakukan pengalihan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pada SPT diisi dengan harta yang diperoleh setelah pengalihan tersebut yang diperkenankan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2)
tahun perolehan diisi dengan tahun Surat Keterangan diterbitkan;
    3) ketentuan harga perolehan adalah sebagai berikut:
      a)
harta berupa kas atau setara kas diisi dengan nilai nominal pada akhir Tahun Pajak. Dalam hal harta berupa kas atau setara kas dimaksud dalam bentuk mata uang selain Rupiah, nilai nominal dihitung dengan kurs pada akhirTahun Pajak;
      b)
harta selain kas diisi dengan nilai wajar harta dalam mata uang rupiah sesuai lampiran B1, C1, dan D1 SPH;
  e.
utang pada lampiran B2, C2, dan D2 SPH dilaporkan pada tabel "Kewajiban/Utang pada Akhir Tahun" sebagai berikut:
    1)
tahun peminjaman diisi dengan tahun Surat Keterangan diterbitkan;
    2)
jumlah diisi dengan sisa utang pada akhir Tahun Pajak yang bersangkutan yang masih harus dilunasi (termasuk utang bunga);
  f.
ringkasan penerapan huruf a s.d. huruf e adalah sebagaimana matriks terlampir;
  g.
keterangan seperti lokasi harta dan nomor dokumen pada SPH dicantumkan dalam kolom Nama Harta atau kolom Keterangan pada tabel "Harta pada Akhir Tahun";


Komentar